Legenda Sanghyang Tikoro di jawa barat - Setiap peristiwa mempunya arti tersendiri baik itu dari segi sudut pandang kiri atau kanan, sebab pada sejatinya semua itu telah digariskan. Dan Legenda Sanghyang Tikoro di jawa barat kita hanya menjalankan sebagaimana kita sebuah wayang yang talah dilakonkan oleh dalang. Seperti itu pula makna dari sebuah unsur kehidupan.
Tidak terlepas banyak dari kita yang hanya memandang semua peristia hanya sebagai hal yang lumrah dan biasa saja. Namuan Legenda Sanghyang Tikoro di jawa barat apakah tau bahwa kita hidup ini sebagaimana orang perjalannan yang kadang memerlukan tempat singgah sementara yang cuma dibuat untuk istrirahat sejenak dan kita pun akan melaksanakan perjalanan kembali.Dan Legenda Sanghyang Tikoro di jawa barat untuk hal yang semacam ini terkadang kita lupa dan tergiur hanya dengan kemewahan dan kemegahan nikmat dunia semata.
Berbicara tentang sejarah geologi Bandung, nampaknya belum lengkap jika tidak berbicara tentang Sanghyang Tikoro. Gua bawah tanah yang dialiri oleh Sungai Citarum tersebut sangatlah memukau mata dan memancing mulut untuk selalu bertasbih kepada-Nya.
Penulis sempat mengunjungi tempat tersebut dua kali bersama seorang kawan dari Masyarakat Geografi Indonesia, T. Bachtiar. Pemaparan yang diutarakan oleh beliau sangat menarik terutama bagaimana gua tersebut terbentuk dan kisah legenda beserta mitos-mitosnya.
Makna Sanghyang Tikoro dalam bahasa Indonesia adalah dewa tenggorokan. Sanghyang berarti dewa sedangkan tikoro berarti tenggorokan. Sekitar 20-30 juta tahun yang lalu daerah tersebut adalah terumbu karang indah dengan kedalaman sekitar 10-20 meter. Terbentuknya gua bawah tanah tersebut membuktikan bagaimana hebatnya proses erosi yang dilakukan aliran Citarum hingga mampu melubangi batuan kapur yang keras.
Agaknya dari peribahasa Sunda cikaracak ninggang batu lila-lila jadi legog terinspirasi dari peristiwa erosi tersebut. Banyak orang percaya bahwa gua ini adalah tempat bobolnya Danau Bandung Purba. Padahal dalam buku Geowisata Sejarah Bumi Bandung yang ditulis T.Bachtiar bersama rekan-rekan dari Riset Cekungan Bandung, menyatakan bahwa bobolnya danau tersebut bukan di sini melainkan di daerah Pasir Kiara dan Pasir Larang.
Ada mitos yang menyebutkan bahwa bilamana seutas rambut atau sepotong lidi terbawa hanyut ke dalam Sanghyang Tikoro, maka akan terdengar jeritan yang menyayat hati dan Bandung akan kembali tergenang menjadi danau. Secara keilmuan hal itu tidak mungkin terjadi.
Tetapi secara filosofis mitos tersebut mengajarkan anak-anak Sunda untuk mencintai alamnya dengan tidak membuang apapun ke dalam sungai. Aliran sungai yang mengaliri gua tersebut dibendung terlebih dahulu oleh Sangkuriang modern di PLTA Saguling untuk menghasilkan listrik 700 MW untuk pasokan Jawa dan Bali.
Sayangnya air Citarum yang mengalirinya sudah terkontaminasi oleh limbah pabrik sehingga tercium bau yang menyengat. Sebuah keadaan ironis di mana aset berharga tanah Pasundan harus berhadapan dengan kerasnya arus modernisasi industri. Oleh karena itu, dibutuhkan kesadaran manusia-manusia Sunda untuk melestarikan kekayaannya. Jangan sampai keeksotisan Sanghyang Tikoro pudar karena tergerus materi dan pragmatisme semata.
Legenda Sanghyang Tikoro di jawa barat -Keledai favorit seorang pria jatuh ke dalam sebuah lubang yang dalam. Dia tidak bisa menarik keledai tersebut keluar, tidak peduli seberapa keras ia mencobanya. Oleh karena itu, ia memutuskan untuk mengubur keledainya hidup-hidup.
Tanah mulai ditimbun ke lubang tempat keledai berada dari atas. Legenda Sanghyang Tikoro di jawa barat -Keledai yang merasa tertimpa tanah, menggoyangkan tubuhnya untuk menjatuhkan tanah di atas tubuhnya, dan melangkah di atas tanah tersebut. Tanah berikutnya ditimbun kembali ke dalam lubang.
Setelah banyak ‘mengibaskan’ masalah, Dan melangkah (belajar dari kisah di atas), Legenda Sanghyang Tikoro di jawa barat Suatu saat setelah terlepas dari masalah, anda akan mampu merumput di padang rumput hijau. Anda akan mampu meraih apa yang anda impikan.
Sepasang kakek dan nenek pergi belanja di sebuah toko suvenir untuk mencari hadiah buat cucu mereka. Kemudian mata mereka tertuju kepada sebuah cangkir yang cantik. “Lihat cangkir itu,” kata si nenek kepada suaminya. “Kau benar, inilah cangkir tercantik yang pernah aku lihat,” ujar si kakek.Legenda Sanghyang Tikoro di jawa barat Saat mereka mendekati cangkir itu, tiba-tiba cangkir yang dimaksud berbicara “Terima kasih untuk perhatiannya, perlu diketahui bahwa aku dulunya tidak cantik. Sebelum menjadi cangkir yang dikagumi, aku hanyalah seonggok tanah liat yang tidak berguna. Namun suatu hari ada seorang pengrajin dengan tangan kotor melempar aku ke sebuah roda berputar.
Wanita itu berkata “belum !” Lalu ia memberikan aku kepada seorang pria dan ia memasukkan aku lagi ke perapian yang lebih panas dari sebelumnya! Tolong ! Hentikan penyiksaan ini ! Sambil menangis aku berteriak sekuat-kuatnya. Tapi orang ini tidak peduli dengan teriakanku.Ia terus membakarku.Legenda Sanghyang Tikoro di jawa barat Setelah puas “menyiksaku” kini aku dibiarkan dingin.
Kemudian ia mulai memutar-mutar aku hingga aku merasa pusing. Stop ! Stop ! Aku berteriak, Tetapi orang itu berkata “belum !” lalu ia mulai menyodok dan meninjuku berulang-ulang. Stop! Stop ! teriakku lagi. Tapi orang ini masih saja meninjuku, tanpa menghiraukan teriakanku. Bahkan Legenda Sanghyang Tikoro di jawa barat lebih buruk lagi ia memasukkan aku ke dalam perapian. Panas ! Panas ! Teriakku dengan keras. Stop ! Cukup ! Teriakku lagi. Tapi orang ini berkata “belum !” Akhirnya ia mengangkat aku dari perapian itu dan membiarkan aku sampai dingin. Aku pikir, selesailah penderitaanku. Oh ternyata belum. Setelah dingin aku diberikan kepada seorang wanita muda dan dan ia mulai mewarnai aku. Asapnya begitu memualkan. Stop ! Stop ! Aku berteriak.
Setelah benar-benar dingin, seorang wanita cantik mengangkatku dan menempatkan aku dekat kaca. Aku melihat diriku. Aku terkejut sekali. Aku hampir tidak percaya, karena di hadapanku berdiri sebuah cangkir yang begitu cantik. Semua kesakitan dan penderitaanku yang lalu menjadi sirna tatkala kulihat diriku.

0 Response to "Legenda Sanghyang Tikoro di jawa barat"
Posting Komentar